Minggu, 26 Mei 2013

AKUNTANSI LINGKUNGAN DAN KINERJA PERUSAHAAN


PENGARUH IMPLEMENTASI AKUNTANSI LINGKUNGAN  TERHADAP KINERJA LINGKUNGAN DAN PENGUNGKAPAN INFORMASI LINGKUNGAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN


Dian Imanina Burhany


ABSTRACT



This study examines the influence of environmental accounting implementation on environmental performance and environmental information disclosure and their impact on firm’s financial performance. Respondents are accounting department heads of 30 general mining firms participated in PROPER period 2008-2009. Primary data are collected by using questionnaires while secondary data are collected from internet publication and direct from the firms. Path analysis method is applied to test the hypotheses by using software Lisrel 8.70.
The result of this study shows that: (1) environmental accounting implementation has significant and positive influence on environmental performance, (2) environmental accounting implementation and environmental performance have significant and positive influence on environmental information disclosure, both simultaneously and partially, and (3) environmental accounting implementation, environmental performance, and environmental information disclosure have significant and positive influence on financial performance simultaneously, but only environmental accounting implementation and  environmental performance have significant and positive influence on financial performance partially.


Keywords:    Environmental Accounting, Environmental Performance, Environmental Information Disclosure, Financial Performance.











1.      Pendahuluan
Saat ini aspek lingkungan menjadi perhatian dan sorotan terutama karena semakin meningkatnya fenomena pemanasan global dan juga banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi. Masyarakat percaya bahwa perusahaan harus lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan karena perusahaan atau industri merupakan sumber utama kerusakan lingkungan (Shrivastava, 1995). Kaitan atau hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan juga telah menjadi perdebatan di antara peneliti maupun pelaku bisnis.
Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi menjadi bukti awal bahwa kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia masih buruk. Sebagai contoh adalah kerusakan lingkungan di Porong-Sidoarjo, Jawa Timur, yang diakibatkan oleh semburan lumpur perusahaan pertambangan gas PT Lapindo Brantas, pencemaran sungai dan laut oleh limbah tailing perusahaan pertambangan emas PT Newmont Minahasa Raya, serta pencemaran sungai dan laut oleh limbah tailing perusahaan pertambangan emas PT Freeport. Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah melakukan pemeringkatan kinerja lingkungan perusahaan melalui suatu program yang dinamakan Program for Pollution Control, Evaluation and Rating atau PROPER.
Industri pertambangan merupakan industri yang sering dituding memiliki paling banyak perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk. Ini terlihat dari banyaknya kasus kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Harus diakui bahwa industri pertambangan merupakan dilema tersendiri.  Di satu sisi, industri ini berpotensi besar merusak lingkungan. Namun di sisi lain, pembangunan membutuhkan sumber energi yang besar yang diperoleh dari industri ini dan industri ini juga merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi negara (Ermina Miranti, 2008).
Pembangunan yang mempertimbangkan kelestarian lingkungan sudah merupakan keharusan. Pembangunan saat ini diarahkan pada pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development. Konsep sustainable development mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an dan telah digunakan oleh banyak negara sebagai bentuk pembangunan yang paling tepat. Konsep ini terus berkembang dan pada abad ke-21 ini didefinisikan kembali sebagai “development that does not destroy or undermine the ecological, economic or social basis on which continued development depends” (Herath, 2005). Konsep ini juga sejalan dengan konsep triple bottom line yang dikemukakan oleh Elkington (1999) yang terdiri atas profit, planet, people atau 3P.
Walaupun saat ini semakin banyak ’perusahaan hijau’ (green firm), namun secara umum tekanan yang kuat dari para stakeholder-lah yang menjadi pemicu utama yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan (Gale, 2006; Islam dan Deegan, 2008; Marshall et al., 2010). Hal ini disebabkan oleh karena perusahaan memiliki kecenderungan untuk memuaskan stakeholder karena membutuhkan dukungan untuk melanjutkan operasinya, sebagaimana dijelaskan oleh stakeholder theory (Jensen dan Meckling, 1976; Gray et al., 1995a; Donaldson, 1999).
Berbagai penelitian seperti yang dilakuan oleh Spicer (1978); Russo dan Fouts (1997); Elsayed dan Paton (2005); Earnhart dan Lizal (2006); Wiwik Utami (2007); Burnet dan Hansen (2008); Henri dan Journeault (2010); serta Moneva dan Ortas (2010) secara konsisten menemukan bahwa kinerja lingkungan berhubungan atau berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.
Eco-efficiency menyatakan bahwa hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan diperoleh dari efisiensi biaya yang dihasilkan oleh kinerja lingkungan yang baik. Polusi atau kinerja lingkungan yang buruk mencerminkan sumber daya yang digunakan secara tidak lengkap, tidak efisien atau tidak efektif sehingga meningkatkan biaya untuk mengatasi dampaknya dan akan mengurangi laba (Porter dan Van der Linde, 1995;  Birkin dan Woodward, 1997).
Menurut De Beer dan Friend (2006), salah satu faktor yang dapat membantu peningkatan kinerja lingkungan adalah implementasi akuntansi lingkungan. Tujuan utama akuntansi lingkungan adalah menyediakan informasi untuk meningkatkan kinerja lingkungan dan kinerja keuangan (Deegan, 2002).
Peran akuntansi lingkungan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan juga kinerja keuangan dapat dijelaskan dengan merujuk pada salah satu peran akuntansi yaitu sebagai penyedia informasi bagi manajemen. Namun sistem akuntansi manajemen tradisional lebih sering menggeneralisasi biaya-biaya tidak langsung termasuk biaya lingkungan ke dalam biaya overhead sehingga membuatnya tersembunyi dan manajer kesulitan untuk menelusuri dan mengendalikan biaya tersebut (Dascalu et al., 2010). Dengan akuntansi lingkungan khususnya akuntansi manajemen lingkungan atau environmental management accounting (EMA), biaya lingkungan diidentifikasi, ditetapkan dan dialokasikan secara tepat ke produk atau proses, sehingga memungkinkan manajemen mencari peluang untuk penghematan biaya (IFAC, 2005). EMA juga menyediakan informasi mengenai aliran fisik bahan, energi, dan air yang digunakan serta limbah dan emisi yang dihasilkan, sehingga memudahkan manajemen melakukan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan (IFAC, 2005; Deegan, 2002).
Penelitian untuk menguji pengaruh akuntansi lingkungan terhadap kinerja lingkungan antara lain dilakukan oleh Perez et al. (2007) serta Henri dan Journeault (2010) yang menemukan bahwa penyediaan informasi lingkungan kepada manajemen berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan. Adapun  Muhammad Ja'far dan Dista Amalia Arifah (2006) menemukan bahwa full cost environmental accounting berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan.
Sementara itu, Ranganathan dan Ditz (1996); Larrinaga dan Bebbington (2001); serta Elewa (2007) meneliti pengaruh akuntansi lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ketiga peneliti tersebut menemukan bahwa akuntansi lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Selain kepada pihak internal, akuntansi lingkungan juga menyajikan informasi lingkungan kepada pihak eksternal perusahaan atau stakeholder. Penelitian yang dilakukan oleh Northcut (1995); Bae (1998); Li dan McConomy (1999); serta Cormier dan Magnan (1999) menemukan adanya pengaruh positif akuntansi lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan. Pengungkapan informasi lingkungan yang dimaksud di sini bukan pengungkapan pada laporan keuangan yang bersifat wajib dan diatur dengan standar akuntansi keuangan melainkan pengungkapan yang bersifat sukarela sebagai wujud tanggung jawab lingkungan perusahaan, yang biasanya disajikan dalam laporan tahunan, sustainability report, website, atau bentuk pengungkapan lainnya.
Sementara itu, selain menghasilkan peningkatan kinerja keuangan, peningkatan kinerja lingkungan juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengungkapan informasi lingkungan kepada pihak eksternal. Hal ini didasari oleh voluntary/discretionary disclosure theory yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan good news dan menyembunyikan bad news secara sukarela (Verrecchia, 1983; Dye, 1985).
Hasil penelitian Guthrie dan Parker (1990); Al-Tuwaijri et al. (2004); serta Clarkson et al. (2008) menemukan pengaruh positif kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan atau sering juga disebut dengan pengungkapan lingkungan (environmental disclosure). Selanjutnya, pengaruh positif pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja keuangan ditemukan oleh Cormier dan Magnan (1999) serta Richardson dan Welker (2001).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
(1)      Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja lingkungan perusahaan.
(2)      Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan, baik secara simultan maupun parsial.
(3)      Untuk mengukur besarnya pengaruh implementasi akuntansi lingkungan, kinerja lingkungan, dan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan, baik secara simultan maupun parsial.
2.      Metode
 Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel  melalui  pengujian  hipotesis. Penelitian  seperti  ini  disebut penelitian pengujian hipotesis (hypotheses testing) atau disebut juga penelitian verifikatif yaitu penelitian yang bertujuan menguji kebenaran teori atau hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian. Unit analisis penelitian ini adalah organisasi. Adapun horizon waktunya adalah cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan pertambangan umum yang mengikuti PROPER periode 2008-2009 yaitu sebanyak  33 perusahaan. Jumlah responden yang menjawab kuesioner adalah berasal dari 30 perusahaan sehingga jumlah ini yang menjadi sampel dan selanjutnya diolah datanya.
Data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data variabel implementasi akuntansi lingkungan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dikombinasikan dengan wawancara. Sedangkan data sekunder yaitu data variabel kinerja lingkungan, pengungkapan informasi lingkungan dan kinerja keuangan diperoleh melalui publikasi di internet maupun diperoleh langsung dari perusahaan. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis jalur (path analysis) dengan bantuan software Lisrel 8.70.
  
3.      Hasil dan Pembahasan
(1) Hipotesis Pertama
Pada hipotesis pertama, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X) merupakan variabel penyebab (eksogen), sedangkan variabel kinerja lingkungan (Y1) merupakan variabel akibat (endogen). Dari hasil perhitungan analisis jalur, diperoleh persamaan struktural untuk hipotesis pertama sebagai berikut:
Y1 = 0.737*X, Errorvar.= 0.457 , R² = 0.543
           (0.128)             (0.122)           
            5.770               3.742            
          
Jika digambarkan dalam bentuk diagram jalur akan tampak seperti berikut:

e1

0,737

0,457

X

Y1
Gambar 1
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X)
terhadap Kinerja Lingkungan (Y1)

Besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y1 ditunjukkan oleh nilai R2 yaitu sebesar 0,543 atau 54,30%.  Total pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti ditunjukkan oleh nilai Errorvar yaitu sebesar 0,457.
Jadi dapat dijelaskan bahwa kinerja lingkungan dapat ditingkatkan jika perusahaan mengimplementasikan akuntansi lingkungan dengan cara melakukan perhitungan dan pencatatan secara fisik atas jumlah dan aliran input (bahan, energi dan biaya) dan output (emisi dan limbah) serta melakukan perhitungan dan pencatatan secara moneter atas biaya-biaya lingkungan (biaya pencegahan lingkungan, biaya deteksi lingkungan dan biaya kegagalan internal lingkungan).
Ini sesuai dengan IFAC (2005) yang menyatakan bahwa agar dapat mengelola dan mengurangi dampak lingkungan dari produk dan proses produksi, perusahaan harus memiliki data yang akurat mengenai jumlah dan tujuan dari semua energi, air dan bahan yang digunakan. Harus diketahui berapa yang digunakan, berapa yang menjadi produk akhir dan berapa yang menjadi limbah. Informasi fisik dibutuhkan oleh manajemen untuk menentukan tingkat dampak lingkungan yang dihasilkan sehingga dapat dikendalikan (Schaltegger dan  Hinrichsen, 1996 dalam Bosshard, 2003). Adapun informasi biaya lingkungan berguna bagi manajemen agar dapat mengendalikan biaya tersebut sehingga dapat dilakukan efisiensi (Burritt, 2002).
Pendekatan biaya lingkungan dengan environmental quality cost model yang diadopsi dari quality cost model oleh Hansen dan Mowen (2007:780) memungkinkan perusahaan untuk memprioritaskan pencegahan kerusakan lingkungan sebelum terjadi.
Hasil ini mengonfirmasi penelitian sebelumnya oleh Muhammad Ja'far dan Dista Amalia Arifah (2006); Perez et al. (2007); Henri dan Journeault (2010). Hasil ini juga membuktikan bahwa indikator akuntansi lingkungan dapat dikembangkan dengan pendekatan pada dimensi akuntansi lingkungan fisik dan akuntansi lingkungan moneter (IFAC, 2005; Hansen dan Mowen, 2007) yang belum pernah diuji secara empiris sebelumnya.
Karena nilai thitung > ttabel yaitu 5,770 > 1,701 maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja lingkungan. 
(2)  Hipotesis Kedua
Pada hipotesis kedua, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X) dan variabel kinerja lingkungan (Y1) merupakan variabel eksogen, sedangkan variabel pengungkapan informasi lingkungan (Y2) merupakan variabel endogen. Dari hasil perhitungan analisis jalur, diperoleh persamaan struktural sebagai berikut:
            Y2 = 0.567*X + 0.422*Y1, Errorvar.= 0.148  , R² = 0.852
         0.109)   (0.109)              (0.0402)
           5.180     3.860                3.674                                                

Gambar diagram jalur untuk persamaan struktural ini adalah:

0,567

e2

0,148

0,737

X

Y1

Y2

0,422
Gambar 2
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X)
dan Kinerja Lingkungan (Y1) terhadap Pengungkapan Informasi Lingkungan (Y2)

Besarnya pengaruh variabel X dan Y1 terhadap variabel Y2 secara simultan ditunjukkan oleh nilai R2 yaitu sebesar 0,852 atau 85,20%. Ini menunjukkan bahwa variabel pengungkapan informasi lingkungan dapat dijelaskan sebesar 85,20% oleh variabel implementasi akuntansi lingkungan dan kinerja lingkungan.
Tingginya pengaruh ini disebabkan oleh adanya kombinasi dari tersedianya data untuk melakukan pengungkapan informasi lingkungan dari pencatatan oleh sistem akuntansi lingkungan (Godschalk, 2008) dan kecenderungan perusahaan yang berkinerja lingkungan baik untuk melakukan pengungkapan informasi lingkungan dan sebaliknya perusahaan berkinerja buruk untuk tidak atau sedikit saja mengungkapkan (Verrecchia, 1983; Dye, 2001).
Adapun total pengaruh variabel lain selain variabel implementasi akuntansi lingkungan ditunjukkan oleh nilai Errorvar yaitu sebesar 0,148. Sementara itu, pengaruh variabel X terhadap variabel Y2 secara parsial adalah sebesar 0,498 atau 49,8%, sedangkan pengaruh variabel Y1 terhadap variabel Y2 secara parsial adalah sebesar 0,354 atau 35,4%.  
Selanjutnya pengujian signifikansi menunjukkan hasil sebagai berikut:
(a)  Pengujian Secara Simultan
Karena  Fhitung > Ftabel yaitu 77,72 > 3,354, maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara simultan.
(b)  Pengujian Secara Parsial (Uji t)
      Pertama:
Karena nilai thitung > ttabel  yaitu 5,180 > 1,703 maka H01 ditolak. Artinya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Northcut (1995); Li dan McConomy (1999); serta Cormier dan Magnan (1999).
Implementasi akuntansi lingkungan, selain memungkinkan penyediaan informasi bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja lingkungan, juga memudahkan pengungkapan informasi lingkungan karena sebagian data yang dibutuhkan dalam pengungkapan informasi lingkungan berasal dari catatan akuntansi.
Besaran pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial adalah 49,80% yang terdiri atas pengaruh langsung sebesar 32,20% dan pengaruh tidak langsung melalui kinerja lingkungan sebesar 17,60%. Masih agak rendahnya besaran pengaruh ini diduga disebabkan oleh karena belum adanya regulasi lingkungan atau kewajiban pengungkapan informasi lingkungan yang bersifat mengikat (disertai sanksi yang tegas) sebagai variabel lain yang pengaruhnya lebih besar (Buhr dan Freedman, 2001). Selain itu, perusahaan cenderung menahan dan tidak mengungkapkan terlalu banyak informasi lingkungan yang bersifat keuangan yang sebenarnya dihasilkan oleh sistem akuntansi lingkungan karena dirasakan tidak perlu untuk diungkapkan kepada pihak eksternal (stakeholder).
Kedua:
Karena nilai thitung > ttabel yaitu 3,860 > 1,703 maka H02 ditolak. Jadi dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Clarkson et al. (2008); Guthrie dan Parker (1990); Bae (1998); Al-Tuwaijri et al. (2004); Ignatius Bondan Suratno et al. (2006). Hasil ini juga memperkuat voluntary/discretionary disclosure theory (Verrecchia, 1983; Dye, 1985; Al-Tuwaijri et al., 2004; Clarkson et al., 2008). Teori ini menjelaskan bahwa kinerja lingkungan yang baik akan mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan informasi lingkungan karena merupakan good news yang perusahaan ingin agar diketahui oleh publik atau stakeholder.
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial adalah sebesar 35,40% yang terdiri atas pengaruh langsung sebesar 17,80% dan pengaruh tidak langsung melalui implementasi akuntansi lingkungan sebesar 17,60%. Besaran pengaruh yang rendah ini diduga disebabkan oleh karena dengan peringkat PROPER, sebagai indikator kinerja lingkungan, yang secara rata-rata masih berada pada kategori sedang dengan kecenderungan rendah, ada kemungkinan perusahaan tetap melakukan pengungkapan informasi lingkungan namun dengan sedikit manipulasi sebagai cara perusahaan untuk melakukan “greenwashing” (Beets dan Souther, 1999 dalam Ling, 2007). Dengan praktik “greenwashing”, perusahaan melakukan pengungkapan informasi seolah-olah kinerjanya lebih baik dari kondisi atau kinerja yang sebenarnya.
Selain itu, adanya pengaruh dari faktor lain juga menyebabkan rendahnya pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan informasi lingkungan secara parsial. Buhr dan Freedman (2001) menemukan bahwa regulasi lingkungan dan iklim bisnis di suatu negara sebagai faktor yang cukup dominan mempengaruhi pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan. Saat ini, di Indonesia, regulasi yang mengatur pengungkapan informasi lingkungan masih belum memadai. Iklim bisnis juga belum terlalu berorientasi lingkungan.
(3)  Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga, variabel implementasi akuntansi lingkungan (X),  kinerja lingkungan (Y1) dan pengungkapan informasi lingkungan (Y2) merupakan variabel eksogen, sedangkan kinerja keuangan (Z) merupakan variabel endogen. Dari hasil perhitungan analisis jalur, diperoleh persamaan struktural untuk hipotesis ketiga sebagai berikut:
Z = 0.430*X + 0.372*Y1 + 0.0994*Y2, Errorvar.= 0.295, R²= 0.705
      (0.222)   (0.196)    (0.277)               (0.0817)           
       1.932    1.895      0.359                3.606                                  
Gambar diagram jalur persamaan struktural ini adalah sebagai berikut:

0,430

e3

0,295

0,372

0,737

0,099

0,840

0,878

X

Y1

Y2

Z
Gambar 3
Diagram Jalur Pengaruh Variabel Implementasi Akuntansi Lingkungan (X),
Kinerja Lingkungan (Y1) dan Pengungkapan Informasi Lingkungan (Y2)
terhadap Kinerja Keuangan (Z)

Besarnya pengaruh variabel X, Y1 dan Y2 secara simultan terhadap variabel Z ditunjukkan oleh nilai R2 yaitu sebesar 0,705 atau 70,50%. Cukup tingginya pengaruh ini disebabkan oleh karena adanya efisiensi dan penghematan biaya yang dihasilkan karena diimplementasikannya akuntansi lingkungan (Environment Agency Japan, 2000; Larrinaga dan Bebbington, 2001; Dascalu et al., 2010) dan terhindarnya perusahaan dari biaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan karena kinerja lingkungannya yang baik (Porter dan Van der Linde, 1995; Birkin dan Woodward, 1997). Adapun pengungkapan informasi lingkungan, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Sementara itu, besarnya pengaruh variabel lain terhadap kinerja keuangan ditunjukkan oleh nilai Errorvar yaitu sebesar 0,295.
Selanjutnya pengujian signifikansi menunjukkan hasil sebagai berikut:
(a)  Pengujian Secara Simultan
Karena  Fhitung > Ftabel  yaitu 20,71 > 2,975, maka H0 ditolak. Ini berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan, kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja keuangan secara simultan.   
(2)  Pengujian Secara Parsial
      Pertama:                                                                  
Karena nilai thitung > ttabel yaitu 1,932  > 1,706 maka H01 ditolak. Artinya terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ranganathan dan Ditz (1996); Larrinaga dan Bebbington (2001); Elewa (2007). United Nations Division for Sustainable Development (2001) menjelaskan bahwa dengan mengimplementasikan akuntansi lingkungan, perusahaan dapat mengendalikan biaya lingkungan yang mungkin sebelumnya sulit dikendalikan karena tersembunyi dalam biaya overhead. Selanjutnya Dascalu et al. (2010) menambahkan bahwa dengan adanya pengendalian biaya yang didasarkan atas informasi yang disediakan oleh akuntansi lingkungan tersebut, efisiensi biaya dapat dicapai sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan .
Salah satu aspek yang dihitung dan dicatat oleh akuntansi lingkungan adalah aspek moneter atau dengan kata lain biaya lingkungan. Akuntansi lingkungan mengitung dan mencatat biaya lingkungan karena biaya itu memang ada dan dikeluarkan oleh perusahaan. McWilliams dan Siegel (2001) dalam Elsayed dan Paton (2005) menjelaskan bahwa ada keseimbangan di mana perusahaan yang tidak melakukan investasi pada aspek lingkungan dan sosial akan memiliki biaya yang rendah namun juga harga yang rendah, sementara perusahaan yang melakukan investasi pada aspek lingkungan dan sosial akan memiliki biaya yang lebih tinggi namun konsumen mereka juga akan rela membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Pengaruh implementasi akuntansi lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial adalah sebesar 38,50% yang terdiri atas pengaruh langsung sebesar 23,70% dan pengaruh tidak langsung melalui kinerja lingkungan sebesar 14,80%. Selain karena adanya variabel lain yang pengaruhnya lebih besar, masih rendahnya besaran pengaruh ini disebabkan oleh karena belum maksimalnya pemanfaatan informasi biaya lingkungan yang dihasilkan oleh akuntansi lingkungan oleh manajemen untuk melakukan pengendalian biaya agar dapat dihasilkan efisiensi biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan. Larrinaga dan Bebbington (2001) menyatakan bahwa sesungguhnya lebih mudah meningkatkan laba dengan cara mengurangi biaya melalui efisiensi dibandingkan dengan cara meningkatkan penjualan.
Kedua:
Karena thitung > ttabel yaitu 1,895 > 1,706 sehingga H02 ditolak. Artinya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Spicer (1978); Russo dan Fouts (1997); Elsayed dan Paton (2005); Earnhart dan Lizal (2006); Wiwik Utami (2007); Burnett dan Hansen (2008); Moneva dan Ortas (2010). Hasil ini juga mendukung konsep eco-efficiency yang menyatakan adanya hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan melalui efisiensi biaya yang dihasilkan oleh kinerja lingkungan yang baik. Menurut Porter dan Van der Linde (1995), penurunan tingkat polusi justru meningkatkan efisiensi karena mengurangi biaya dan pada akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Moneva dan Ortas (2010) menemukan bahwa perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik memiliki kinerja keuangan yang baik pula pada masa yang akan datang. Hal ini disebabkan oleh karena kinerja lingkungan yang baik dapat meningkatkan efisiensi, mengkonsolidasi situasi keuangan dan memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Dengan demikian, jika manajer mengabaikan faktor lingkungan pada saat merancang kebijakan strategis maka perusahaan akan kehilangan kemampuan bersaing (competitiveness) dalam jangka panjang (Porter dan Kramer, 2006 dalam Moneva dan Ortas, 2010). Dengan mengurangi emisi atau polusi jauh dibawah tingkat yang disyaratkan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi sehingga mengurangi biaya untuk mengatasi masalah atau kewajiban yang timbul atas ketidakpatuhan (Shrivastava, 1995).
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial adalah sebesar 32% yang terdiri atas pengaruh langsung sebesar 17,20% dan pengaruh tidak langsung melalui implementasi akuntansi lingkungan sebesar 14,80%.  Rendahnya besaran pengaruh ini diduga disebabkan oleh karena kinerja lingkungan perusahaan pertambangan belum menggambarkan kondisi yang sesungguhnya karena adanya aspek yang tidak/belum dinilai dalam PROPER sebagai indikator kinerja lingkungan yaitu aspek kerusakan lahan.
Ketiga:
Karena thitung < ttabel yaitu 0,359 < 1,706 sehingga H03 diterima. Ini berarti tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja keuangan secara parsial. Hasil ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya oleh Cormier dan Magnan (1999); Richardson dan Welker (2001); Al-Tuwaijri et al. (2004).
Stakeholder theory menyatakan bahwa informasi merupakan salah satu media untuk memperoleh dukungan dan mengelola hubungan dengan stakeholder (Gray et al., 1996). Pengungkapan informasi lingkungan sering digunakan oleh perusahaan untuk menciptakan image yang baik di mata stakeholder khususnya pelanggan dan investor. Jika pelanggan memiliki image yang baik mengenai perusahaan maka besar kemungkinan itu akan mempengaruhi perilakunya dalam membeli produk perusahaan sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja keuangan melalui peningkatan penjualan (Ling, 2007).
Teori dan penelitian sebelumnya tersebut tidak dapat dibuktikan dalam penelitian ini karena adanya fakta bahwa perusahaan yang tingkat pengungkapan informasi lingkungannya sangat rendah sekalipun dapat meningkatkan penjualannya. Dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa pangsa pasar industri pertambangan umum Indonesia terbagi atas pasar ekspor dan pasar domestik. Perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pasar ekspor sangat berkepentingan untuk mengungkapkan informasi lingkungan melalui laporan tahunan (annual report), laporan keberlanjutan (sustainability report), maupun website, karena tuntutan dari sebagian besar konsumen ekspor tersebut akan informasi lingkungan. Karena tuntutan regulasi negaranya masing-masing, mereka menginginkan produk tambang yang ramah lingkungan (memiliki emisi dengan kadar yang rendah) yang dihasilkan dari proses dan perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, dan itu dapat diketahui dari pengungkapan informasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Pasar ekspor terbesar untuk produk mineral dan batu bara Indonesia adalah USA, Eropa, Cina, Jepang, dan negara Asia lain.
Sementara itu, pasar domestik yang menjadi target perusahaan-perusahaan menengah kecil tidak memiliki regulasi seketat itu. Kepentingan pasar domestik adalah dalam hal harga. Oleh karena itulah maka tingkat pengungkapan informasi lingkungan oleh perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang dihasilkannya. Kondisi ini sebenarnya sudah diprediksi oleh voluntary/discretionary disclosure theory yang dalam salah satu asumsinya menyatakan bahwa perusahaan berkepentingan dengan penilaian pasar keuangan (firms are concerned with financial market valuation) dan ini menjelaskan mengapa pengungkapan informasi lingkungan memberi pengaruh yang berbeda pada perusahaan dan negara yang berbeda, yaitu karena adanya perbedaan karakteristik pasar pada setiap perusahaan dan negara (Darrough, 1993).

4.        Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih dipersembahkan kepada Bapak Prof. Dr. Azhar Susanto, SE., M.Buss., Ak. sebagai ketua tim promotor serta Bapak Prof. Dr. Sukrisno Agoes, SE., MM., Ak. dan Ibu Dr. Hj. Nunuy Nur Afiah, SE., MS., Ak. sebagai anggota tim promotor. Selanjutnya kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Winwin Yadiati, SE., MS., Ak., Ibu Dr. Hj. Roebiandini Sumantri, SE., MS., Ak., Bapak Dr. Martha Fani Cahyandito, SE., MSc., dan Ibu Dr. Nanny Dewi, SE., M.Com., Ak. sebagai oponen ahli, serta Bapak Prof. Dr. HM. Wahyudin Zarkasyi, SE., MS., Ak. sebagai representasi Guru Besar Universitas Padjadjaran. Tidak lupa kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA. sebagai Rektor Universitas Padjadjaran, Ibu Prof. Dr. Hj. Ernie Tisnawati Sule, MS. sebagai Dekan Fakultas Ekonomi, Bapak Prof. Dr. Ir. Mahfud Arifin, MS. sebagai Direktur Program Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Engkus Kuswarno, MS. sebagai Asisten Direktur I, dan Bapak Dr. Sulaeman Rahman Nidar, SE., MBA. sebagai Asisten Direktur II. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Dr. Pirman, MSi. sebagai Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang, Bapak Ir. Muas M, MT. sebagai Asisten Direktur I, Bapak  A. Gunawan SE., MCom., Ak. sebagai Asisten Direktur II, Bapak Drs. Muslimin MT., M.Hum. sebagai Asisten Direktur III, Bapak Dr. Jumadi Tangko, MPd. sebagai Asisten Direktur IV dan Bapak Dr. Tawakkal, SE., MSi., Ak. sebagai Ketua Jurusan Akuntansi. Akhirnya, kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional, terima kasih atas beasiswa yang telah diberikan selama penulis menempuh studi di Universitas Padjadjaran, baik berupa BPPS maupun beasiswa Program Sandwich.
























DAFTAR PUSTAKA



Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E.,  and Hughes II, K.E. 2004. “The relations among environmental disclosure, environmental performance, and economic performance: a simultaneous equations approach”. Accounting, Organizations and Society 29: 447–471.

Bae, B.R. 1998. Accounting Choices for Reporting Environmental Liabilities: Their Relation with Firm Characteristics and Earning Response Coefficients. Dissertation, Temple University.

Birkin, F. and Woodward, D. 1997. “Accounting for the sustainable corporation”. Environmental Management and Health 8 (2): 67-72.

Bosshard, R.E. 2003. Environmental Accounting: A Case Study of its Application to a Small Business in Atlantic Canada. Theses, Dalhousie University Halifax, Nova Scotia.


Burnett, R.D. and Hansen, D.R. 2008. “Ecoefficiency: Defining a role for environmental cost management”. Accounting, Organizations and Society 33: 551-581.

Burritt, R.L. 2002. “Stopping Australia Killing the Environment: Getting the Reporting Edge”. Australian CPA 73 (3): 70-72.

Clarkson, P.M.,  Li, Yue, Richardson, G.D., and  Vasvari,  F.P. 2008. “Revisiting the relation between environmental performance and environmental disclosure: An empirical analysis”. Accounting, Organizations and Society 33: 303–327.

Cormier, D. and Magnan, M. 1999. “Corporate environmental disclosure strategies: determinants, costs and benefits”. Journal of Accounting, Auditing and Finance: 429-51.

Darrough, M.N. 1993. “Disclosure Policy and Competition: Cournot vs. Bertrand”. The Accounting Review July: 534-561.

Dascalu, C., Caraiani, C., Lungu, C.I., Colceag, F. and Guse, G.R. 2010. “The externalities in social environmental accounting”. International Journal of Accounting and Information Management 18 (1): 19-30.



De Beer, P. and Friend, F. 2006. “Environmental accounting: A management tool for enhaching corporate environmental and economic performance”. Ecological Economics 58: 548-560.

Deegan, C. 2002. “The legitimising effect of social and environmental disclosures - a theoretical foundation”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 15 (3): 282–311.

Donaldson, T. 1999. “Making stakeholder theory whole”. Academy of Management Review 24: 237-41.

Dye, R.A. 1985. “Disclosure of non-proprietary information”. Journal of Accounting Research Spring: 123-145.

Earnhart, D. and Lizal, L. 2006. “Effects of ownership and financial performance on corporate environmental performance”. Journal of Comparative Economics 34: 111-129.

Elewa, M.M. 2007. The Impact of Environmental Accounting on the Profit Growth, Development and Sustainability of the Organization: A Case Study on Nypro Inc. Theses University of Massachusetts Lowell.

Elkington, J. 1999. “Triple bottom-line reporting”. Australian CPA  March: 18-21.

Elsayed, K. and Paton, D. 2005. “The impact of environmental performance on firm performance: static and dynamic panel data evidence”. Structural Change and Economic Dynamics 16: 395–412.

Environment Agency Japan. 2000. Developing an Environmental Accounting System. Study Group for Developing a System for Environmental Accounting Environment Agency Japan.

Ermina Miranti. 2008. “Prospek Industri Batubara di Indonesia”. Economic Review 214.

Gale, Robert. 2006. “Environmental management accounting as a reflexive modernization strategy in cleaner production”. Journal of Cleaner Production 14: 1228-1236.

Godschalk, Seakle K.B. 2008. “Does Corporate Environmental Accounting Make Business Sense?”. Eco-efficiency in Industry and Science 24: 249-265.

Gray, R., Kouhy, R. and Lavers, S. 1995a. “Corporate social and environmental reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 8 (2): 47-77.
Gray, R., Owen, D. and Adams, C. 1996. Accounting and Accountability; Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental Reporting. Harlow: Prentice-Hall Europe.

Guthtrie, J. and Parker, L.D. 1990. “Corporate social disclosure practice: a comparative international analysis”. Accounting, Auditing and Accountability Journal: 77-108.

Hansen, D.R. and Mowen, M.M. 2007. Managerial Accounting. 8th Edition. South-Western: Thomson.

Henri, Jean-François and Journeault, Marc. 2010. “Eco-control: The influence of management control systems on environmental and economic performance”. Accounting, Organizations and Society 35: 63–80.

Herath, G. 2005. “Sustainable development and environmental accounting: the challenge to the economics and accounting profession”. International Journal of Social Economics 32 (12): 1035-1050.

IFAC (International Federation of Accountants). 2005. International Guidance Document: Environmental Management Accounting.

Islam, Muhammad Azizul and Deegan, Craig. 2008. “Motivations for an organisation within a developing country to report social responsibility information, Evidence from Bangladesh”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 21 (6): 850-874.

Jensen, M.C. and Meckling, W.H. 1976. “Theory of the firm: managerial behaviour, agency costs and ownership structure”. Journal of Financial Economics 19: 127-68.

Larrinaga, C. and Bebbington, J. 2001. “Accounting change or institutional appropiation? A case study on the implementation of environmental accounting”. Critical Perspectives on Accounting 12 (3): 269-92.

Ling, Qianhua. 2007. Competitive Strategy, Voluntary Environmental Disclosure Strategy, and Voluntary Environmental Disclosure Quality. Dissertation Oklahoma State University.

Li, Y. and McConomy, B. 1999. “An empirical examination of factors affecting the timing of environmental accounting standard adoption and the impact on corporate valuation”. Journal of Accounting, Auditing and Finance 14: 279-313.


Marshall, R.S., Akoorie, M.E.M., Hamann, R. and Sinha, Paresha. 2010. “Environmental practices in the wine industry: An empirical application of the theory of reasoned action and stakeholder theory in the United States and New Zealand”. Journal of World Business 45: 405-414.

Moneva,  Jose M. and Ortas, Eduardo. 2010. “Corporate environmental and financial performance: a multivariate approach”. Industrial Management & Data Systems 110 (2):  193-210.

Muhammad Ja'far dan Dista Amalia Arifah. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Northcut, D. 1995. Environmental accounting policies in firms subject to Superfund cleanup costs. Working Paper, University of Chicago.

Perez, E.A., Ruiz, C.C., and Fenech, F.C. 2007. “Environmental management systems as an embedding mechanism: a research note”. Accounting, Auditing & Accountability Journal 20 (3): 403-422.

Porter, M and Van der Linde C. 1995. ”Towards a new conception of the environment-competitiveness relationship”. Journal of Economic Perspectives 9 (4): 97-118.

Ranganathan, J. and Ditz, D. 1996. “Environmental accounting: a tool for better management”. Management Accounting February: 38-40

Richardson, A.J. and Welker, M. 2001. “Social disclosure, financial disclosure and the cost of equity capital”. Accounting, Organizations and Society 26 (7): 597-616.

Russo, M. and Fouts, R. 1997. “A resource based perspective on corporate environmental performance and profitability”. Academy of Management Journal 40: 534-59.

Shrivastava, P. 1995. “The role of corporations in achieving ecological sustainability”. Academy of Management Review 20(4): 936–960.

Spicer, B.H. 1978. “Investors, corporate social performance and information disclosure: an empirical study”. The Accounting Review 53 (1): 94-111.

United Nations Division for Sustainable Development. 2001. Environmental Management Accounting Procedures and Principles. United Nations, New York.

Verrecchia, R. 1983. “Discretionary disclosure”. Journal of Accounting and Economics 5: 179-194.

Wiwik Utami. 2007. Kajian Empiris Hubungan Kinerja Lingkungan, Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar: Model Persamaan Struktural. Makalah pada The  1st Accounting  Conference    Faculty  of  Economics Universitas  Indonesia, Depok.